Lenterainfo.com, OKU Timur – Terkait kasus dugaan penipuan jual beli lahan milik negara yang dilakukan oleh oknum Sekretaris Dinas Sosial Kabupaten OKU Timur inisial SGY yang perkaranya sempat ditangani oleh Unit Pidum Satreskrim Polres OKU Timur, dan telah berakhir damai.
Kasat Reskrim OKU Timur, AKP Hamsal, angkat bicara. Kepada awak media dia menjelaskan, bahwa perkara yang dilaporkan oleh para korban ke pihaknya, bukan mengenai jual beli lahan negara seperti yang beredar di tengah masyarakat.
“Objek perkara yang dilaporkan kepada kami tentang penipuan dan penggelapan terkait pengurusan surat lahan yang digarap oleh sejumlah kelompok tani atau korban. Jadi bukan soal jual beli lahan negera,” tegas AKP Hamsal saat menyampaikan klarifikasi kepada wartawan, Kamis (13/7).
Saat itu, kata Hamsal, pada 2018, masyarakat yang tergabung dalam beberapa kelompok tani sudah menggarap Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dari program Presiden Joko Widodo pada 2018, sebanyak 400 ha di wilayah Kecamatan Jayapura, OKU Timur.
“Ada lima atau tujuh kelompok tani yang sudah menggarapnya. Lalu agar ada bukti garap, mereka minta dibuatkan surat kepada SGY yang waktu itu menjabat sebagai Camat Jayapura,” jelasnya.
Saat itu, lanjut Hamsal, SGY menyanggupi dan setiap masyarakat di dalam kelompok tani tersebut menyerahkan sejumlah uang yang telah disepakati.
“Besarannya bervariasi, sekitar Rp5 jutaan. Lantas, SGY membuatkan surat tapi belum diregistrasi karena Pemkab OKU Timur dan Dinas Kehutanan tidak memberi izin. Memang lahan itu tidak boleh dijual belikan dan tidak bakal keluar surat serta tidak bisa dimiliki, hanya boleh digarap dengan batas waktu tertentu,” terangnya.
Mengetahui hal itu, masyarakat melalui kelompok tani masing-masing meminta uang mereka dikembalikan.
“SGY sempat berjanji akan mengembalikan uang masyarakat tersebut. Namun, karena tidak kunjung dikembalikan, akhirnya semua perwakilan kelompok tani melapor ke Polres OKU Timur,” beber Hamsal.
Setelah memanggil dan memeriksa SGY, serta meminta keterangan dari para korban, sambung Hamsal, akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk berdamai secara kekeluargaan.
“Dalam perdamaian itu disepakati bahwa SGY mengembalikan semua uang korban, dan korban mencabut laporannya,” ujarnya.
Kasat Reskrim menjelaskan, perdamaian antar pelapor dan terlapor atau disebut dengan Restorative Justice (RJ), sudah diatur dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan 483 KUHP. Di mana perkara pidana yang dapat diselesaikan melalui RJ adalah perkara tindak pidana ringan.
“Perdamaian mereka tertuang dalam surat perjanjian. Malah korban yang mendesak agar laporannya dicabut, dan karena kerugian korban sudah dipulihkan, jadi dilakukanlah RJ,” pungkas Hamsal.(*)